• Gerakan Pentas Reog Sepanjang Tahun

    Agenda pertunjukan rutin Kesenian Reog oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo antara lain Festival Reog Nasional, Festival Reog Mini Nasional dan Pertunjukan pada Bulan Purnama. Agenda pertunjukan itu diselenggarakan di Panggung Utama Aloon - aloon Ponorogo. Pertunjukan yang selalu digelar dengan meriah tersebut dapat terselenggara karena memang Pemerintah Daerah memfasilitasi dan menjadi program bulanan dan tahunan. Festival Reog Nasional selalu dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Muharam (Jawa = Suro). Pertunjukan ini merupakan rentetan acara - acara Grebeg Suro dan Ulang Tahun Kota Ponorogo. Pagelaran kesenian Reog akbar ini bertaraf nasional sehingga pesertanya pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan pernah yang berasal dari luar negeri. Pertujukan ini menjadi salah satu andalan pemerintah daerah Ponorogo dalam meningkatkan daya tarik bagi wisatawan lokal maupun manca negara.

    Demikian pula dengan dengan Festival Reog Mini tingkat nasional. Festival reog mini ini seluruh pesertanya adalah generasi muda atau golongan remaja. Mereka rata - rata masih sekolah di tingkat SD atau SMP, mereka adalag generasi penerus kesenian Reog yang nampaknya semakin berkembang. Pola kegiatannya hampir sama dengan Festival Reog Nasional, hanya saja yang berbeda adalah peserta, selain itu waktu pelaksanaannya adalah bulan AGustus.

    Agenda pertunjukan kesenian reog yang lain dan tak kalah ramai dari pengunjung adalah pertunjukan Reog Bulan Purnama. Pentas ini rutin dilaksanakan bertepatan dengan malam bulam purnama. Peserta dari pentas ini adalah grup - grup lokal (dalam kabupaten Ponorogo) yang diwakilkan melalui kecamatan - kecamatan. Biasanya pentas ini disertai dengan beberapa pertunjukan tari garapan dari Sanggar seni di ponorogo atau kesenian lainnya.

    Semua kegiatan di atas terselenggara secara rutin karena memang difasilitasi oleh Pemerintah daerah dan pelaksnaannyapun di lokasi yang strategis, yaitu Panggung Utama Aloon - aloon kabupaten Ponorogo. Jadi semua orang yang kebetulan lewat di jalan utama itu bisa langsung menonton pentas kesenian reog.
    Di sisi lain yang juga perlu diperhatikan dan dipertanyakan adalah bagaimana pertunjukan - pertunjukan kesenian Reog di daerah -daerah (pelosok desa) di Ponorogo? Siapa yang bisa memfasilitasi? Apakah dengan penyelenggaraan Event - event besar seperti di atas sudah cukup mewakili identitas Ponorogo sebagai KOTA REOG??

    pertanyaan - pertanyaan di atas memang sederhana, namun kiranya perlu untuk disimak dan dipertimbangkan. Biasanya pertunjukan kesenian Reog di desa - desa diselenggarakan atas inisiatif personal (kawinan, khitanan, syukuran dll), inisiatif grup reog atau kumpulan grup. Itupun dengan biaya sendiri alias swadaya. Mereka mengumpulkan dana untuk menyelengarakan pertunjukan Reog secara mandiri dan alamiah. Bentuk pentasnya pun juga sangat sederhana dan terkesan apa adanya dan siapa saja dapat berpartisipasi, karena dalam pentas ini tidak ada aturan baku yang mengatur pertunjukan. Pentas demi pentas kesenian Reog terselenggara dengan meriah, karena masyarakat desa pada dasarnya haus akan hiburan. Dalam kedekatan antara kesenian reog dan masyarakat sebagai pemilik sejati itulah sebenarnya yang menjadikan identitas Ponorogo kota Reog selalu melekat.

    Melihat kondisi seperti tersebut kiranya patut diapresiasi, bahwa kesenian Reog sangat perlu untuk difasilitasi penyelenggaraan pertunjukan (pentas)nya dan lebih menghidupkan pagelaran kesenian reog di desa - desa sehingga kesenian Reog benar - benar hidup di masyarakat Ponorogo.
    Sebenarnya sangatlah sederhana konsep ini. Di kabupaten ada 21 kecamatan, dan dalam 1 tahun ada 12 bulan (dikurangi bulan Ramadhan 1 bulan jadi 11 bulan). Nah dari data tersebut masing - masing dapat diprediksi dalam 1 bulan dapat menyelenggarakan pertunjukan kesenain Reog di 2 kecamatan, artinya dalam 1 bulan sudah terselenggara 2 kali pentas reog. Pentas kesenian Reog ini, di luar pentas rutin yang sudah terselenggara yaitu FRN, Festival Reog mini dan Pentas Reog Bulan Purnama.

    Apabila hal ini terselenggara secara wajar dan normal, seluruh kegiatan pementasan minimal 24 kali pertunjukan dan dilaksanakan dari kota sampai pedesaan. Hanya saja peran pemerintah sangat besar, karena semua pertunjukan itu sedapatnya pemerintah daerah yang memfasilitasi dan paling tidak mendanai kegiatan tersebut. Sebenarnya biaya yang dikeluarkan untuk operasional pertunjukan itu tidak terlalu banyak, asal saja partisipasi pemerintah dan masyarakat terjalin dengan baik.

    Dengan intensitas pertunjukan kesenian reog yang sangat rutin, diselenggarakan dari kota hingga pelosok desa, peran pemerintah untuk memfasilitasi dan terjalinnya hubungan pemerintah daerah dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kesenain Reog, kiranya dapat lebih menggairahkan kehidupan kesenian Reog yang menjadi identitas Ponorogo... (kalau tidak mau dicaplok Malaysia, barangkali??). Dengan anggaran yang tidak terlalu besar, pertunjukan kesenian Reog akan terselenggara sepanjang tahun dan tentunya wisatawan dari dalam maupun luar negeri tidak harus menunggu bulan Muharam, Agustus atau bulan purnama.. bukan???
  • You might also like

    2 komentar:

    1. sebelumnya salam kenal mas, saya dedy, ponorogo. menurut saya ide tersebut sungguh cemerlang, dan memang sangat perlu diapresiasi.. tapi kalau boleh saya sumbang saran.. maka saya usulkan, adanya penggalian pada bentuk-bentuk khas tari reyog ponorogo yang mungkin masih tersimpan olh sesepuh reyog di pelosok desa. jadi perlu juga peran pakar kesenian yang terlibat untuk mendorong masyarakat desa setempat ntuk mengorek kembali gaya dan ciri khas tari reyog ponorogo yang mungkin masih berserak. karena kecenderungan terakhir ini, banyak pula kelompok-reyog di desa-desa yang justru mengandalkan pelatih-pelatih dari sanggar di kota untuk melatihnya, maksud saya bukan berarti pelatih sanggar dikota itu jelek) tapi masalahnya disini adlah bahwa ada hal yang perlu diperjuangkan berupa usaha alamiah oleh orang-orang di desa untuk memaknai dan membangun estetikanya sendiri yang unik dan original itu bisa muncul. bukan estetika kampus seni. saya pikir cukup penting juga bagaimana memberdayakan eksistensi estetika lokal yang unik itu, tapi bukan malah menghapuskannya. berita terakhir malah ada yang lebih parah lagi , bahwa ada kelompok reyog desa/kecamatan yang pentas di FRN diwakili oleh kelompok sanggar di kota. saya rasa ini berita yang cukup menyedihkan, bahwa ada perkembangan yang tidak bagus ntuk perkembangan reyog dimasa mendatang. padahal stau saya di desa itu juga ada seniman reyog yang cukup banyak. tapi kenapa harus beli paket penampilan reyog di sanggar untuk tampil di frn? apa ada yang salah dengan pemberdayaan oleh aparat kecamatan setempat, terhadap kesenian reyog didaerahnya? sementara untuk beli disanggar kan juga butuh dana yang tidak sedikit, kenapa dana itu tidak untuk memberdayakan seniman didaerahnya saja...

      BalasHapus
    2. terima kasih sarannya... kami juga sangat prihatin dgn kondisi spt ini. apa yang saya prediksi terjadi juga. klo Ponorogo tdk gencar dlm pengembangan kesenian reog scr tersistem dan terprogram maka akan di caplok oleh orang lain..

      BalasHapus

    Mari kita rembug bersama, agar kesenian reog lebih berkwalitas dan berkembang, tetapi jika ngobrol tanpa ada ACTION sama halnya BO'ONG, maka setelah kita ngbrol sambil NGOPI kita TATA gamelan dan langsung kita REOGAN.....

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Cari Blog Ini



Free Widgets
Free Counter

Networked Blogs

Visitors

Picture of Reog dance

Facebook

Profil Facebook Bahrudin Khoiri

NeoCounter

Follow me

Max Dien - Find me on Bloggers.com

KELANA