Jumat, 18 December 2009 14:05 WIB
Ponorogo, (tvOne)
Anggaran untuk kegiatan Perayaan Grebeg Suro 2009 dan Festival Reog Nasional XVI, yang digelar Pemkab Ponorogo, Jawa Timur sejak 14 November hingga 26 Desember menghabiskan dana Rp1,4 miliar lebih.
"Besarnya anggaran tersebut, paling banyak terserap untuk pengadaan kebutuhan properti, yakni sebesar Rp. 400 juta. Selebihnya anggaran terdistribusi ke sejumlah mata acara yang totalnya mencapai 26 kegiatan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ponorogo, Gunardi terkait besarnya anggaran untuk peringatan satu Suo (Muharam), Jumat (18/12).
Ia mengatakan kegiatan Grebeg Suro itu meliputi lomba pacuan kuda, kegiatan "sema`an" atau baca kitab suci Al Quran, senam tari reog masal bagi anak TK, pemilihan "kakang-senduk" Ponorogo, lomba tanaman hias, hingga Festival Reog Nasional XVI dan larung sesaji yang digelar di Telaga Ngebel hari ini.
Menurut Gunardi, besarnya anggaran untuk kegiatan seni-budaya tahunan itu memang diperlukan demi melestarikan sekaligus mengembangkan budaya daerah Ponorogo. "Selain untuk properti, anggaran kegiatan ini banyak terserap untuk kebutuhan penyelenggaraan festival reog nasional yang diselenggarakan jadi satu dengan perayaan grebeg suro, termasuk untuk kebutuhan akomodasi para peserta yang datang dari seluruh Indonesia," katanya.
Bagaimanapun, besarnya anggaran yang diambil dari APBD Kabupaten Ponorogo 2009 tersebut tetap saja memantik reaksi negatif dari sejumlah kalangan, termasuk DPRD setempat. "Seharusnya kegiatan Grebeg Suro ini tidak perlu menggunakan dana APBD, karena sebenarnya dari sponsor saja harusnya sudah cukup," kata Ketua Fraksi Partai Golkar Ponorogo, Rahmad Taufik.
Dia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata selama ini sebagai bentuk pemborosan anggaran. Di samping menyerap dana yang sangat besar, dampak langsung terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sangatlah timpang. "Ibarat besar pasak daripada tiang," katanya.
Karena itu, Taufik mendesak agar pembiayaan untuk kegiatan pagelaran grebeg suro selanjutnya ditinjau ulang. Ia mengharapkan, sumber pembiayaan secara perlahan harus mulai dialihkan dari sebelumnya mengandalkan APBD ke pihak swasta yang diwujudkan dalam bentuk kontrak kerja sama. "Masih banyak kebutuhan masyarakat yang seharusnya lebih mendapat prioritas dibanding hanya untuk sekedar pesta yang menghamburkan anggaran besar semacam ini," katanya.
Menanggapi kritik yang muncul, Gunardi menyatakan pihaknya tidak akan mengambil pusing. Menurutnya, kegiatan tahunan yang sudah masuk kalender wisata Provinsi Jatim tersebut memiliki dampak ekonomi yang luas ke masyarakat. Pengaruh langsung terhadap PAD diakui Gunardi memang tidak signifikan, tetapi imbas terhadap perekonomian masyarakat menurutnya jauh lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan pemerintah.
Menurutnya, hasil penelitian yang dilakukan dari Universitas Muhamadiah (Unmuh) Ponorogo yang ditunjuk sebagai konsultan perayaan Grebeg Suro 2008, sebagai acuan argumentasinya.
Dia menyebut, hasil survei waktu itu menyimpulkan bahwa pesta seni dan budaya yang saat itu digelar pada akhir Desember tahun lalu telah memacu perputaran uang di masyarakat hingg kisaran Rp11 miliar. "Ini membuktikan bahwa kegiatan grebeg suro ini meskipun mengeluarkan biaya banyak tapi memberi manfaat yang luar biasa besar kepada masyarakat," katanya beralasan.
Gunardi kemudian membandingkan dengan proyek/program pembangunan fisik seperti insfrastruktur jalan. Pada proyek-proyek semacam ini, kata Gunardi, biaya yang terserap bahkan jauh lebih besar tetapi dampak langsung ke PAD bahkan tidak ada sama sekali. "Tapi kan dampak pembangunan infrastruktur jalan semacam ini bisa dirasakan masyarakat secara langsung. Logika ini sama dengan kegiatan grebeg suro yang digelar pemkab selama ini," katanya membela diri.
Secara umum, pesta rakyat yang dikemas dalam acara perayaan Grebeg Suro 2009 dan Festival Reog Nasional XVI tahun ini tergolong sukses. Selain seluruh rangkaian acara yang diselenggarakan berjalan lancar dan nyaris tidak gangguan, animo masyarakat untuk menyaksikan ataupun mengikuti kegiatan tahunan dalam rangka memperingati tahun baru Jawa ini sangat besar.
Puluhan ribu penonton dari dalam maupun luar Ponorogo serta wisatawan asing terlihat memenuhi sepanjang jalan/lokasi yang menjadi tempat acara yang menjadi rangkaian kegiatan grebeg suro ini. Sayang, penataan acara yang dilakukan panitia terkesan masih semrawut.
Masalah ini pula yang kemudian sempat memantik kritik anggota Komisi X DPR RI Heri Ahmadi saat melakukan kegiatan reses di Kabupaten Ponorogo. Salah satu permasalahan yang dia sebut adalah terkait fasilitas "ponten umum" atau MCK darurat yang sangat terbatas di sekitar lokasi kegiatan.
Heri menilai, pemerintah dia anggap kurang maksimal dalam mengantisipasi permasalahan tersebut. "Selain itu, harusnya lokasi pasar malam dengan tempat festival reog tidak dijadikan satu sehingga terkesan semrawut," katanya. (Ant)
Ponorogo, (tvOne)
Anggaran untuk kegiatan Perayaan Grebeg Suro 2009 dan Festival Reog Nasional XVI, yang digelar Pemkab Ponorogo, Jawa Timur sejak 14 November hingga 26 Desember menghabiskan dana Rp1,4 miliar lebih.
"Besarnya anggaran tersebut, paling banyak terserap untuk pengadaan kebutuhan properti, yakni sebesar Rp. 400 juta. Selebihnya anggaran terdistribusi ke sejumlah mata acara yang totalnya mencapai 26 kegiatan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ponorogo, Gunardi terkait besarnya anggaran untuk peringatan satu Suo (Muharam), Jumat (18/12).
Ia mengatakan kegiatan Grebeg Suro itu meliputi lomba pacuan kuda, kegiatan "sema`an" atau baca kitab suci Al Quran, senam tari reog masal bagi anak TK, pemilihan "kakang-senduk" Ponorogo, lomba tanaman hias, hingga Festival Reog Nasional XVI dan larung sesaji yang digelar di Telaga Ngebel hari ini.
Menurut Gunardi, besarnya anggaran untuk kegiatan seni-budaya tahunan itu memang diperlukan demi melestarikan sekaligus mengembangkan budaya daerah Ponorogo. "Selain untuk properti, anggaran kegiatan ini banyak terserap untuk kebutuhan penyelenggaraan festival reog nasional yang diselenggarakan jadi satu dengan perayaan grebeg suro, termasuk untuk kebutuhan akomodasi para peserta yang datang dari seluruh Indonesia," katanya.
Bagaimanapun, besarnya anggaran yang diambil dari APBD Kabupaten Ponorogo 2009 tersebut tetap saja memantik reaksi negatif dari sejumlah kalangan, termasuk DPRD setempat. "Seharusnya kegiatan Grebeg Suro ini tidak perlu menggunakan dana APBD, karena sebenarnya dari sponsor saja harusnya sudah cukup," kata Ketua Fraksi Partai Golkar Ponorogo, Rahmad Taufik.
Dia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata selama ini sebagai bentuk pemborosan anggaran. Di samping menyerap dana yang sangat besar, dampak langsung terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sangatlah timpang. "Ibarat besar pasak daripada tiang," katanya.
Karena itu, Taufik mendesak agar pembiayaan untuk kegiatan pagelaran grebeg suro selanjutnya ditinjau ulang. Ia mengharapkan, sumber pembiayaan secara perlahan harus mulai dialihkan dari sebelumnya mengandalkan APBD ke pihak swasta yang diwujudkan dalam bentuk kontrak kerja sama. "Masih banyak kebutuhan masyarakat yang seharusnya lebih mendapat prioritas dibanding hanya untuk sekedar pesta yang menghamburkan anggaran besar semacam ini," katanya.
Menanggapi kritik yang muncul, Gunardi menyatakan pihaknya tidak akan mengambil pusing. Menurutnya, kegiatan tahunan yang sudah masuk kalender wisata Provinsi Jatim tersebut memiliki dampak ekonomi yang luas ke masyarakat. Pengaruh langsung terhadap PAD diakui Gunardi memang tidak signifikan, tetapi imbas terhadap perekonomian masyarakat menurutnya jauh lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan pemerintah.
Menurutnya, hasil penelitian yang dilakukan dari Universitas Muhamadiah (Unmuh) Ponorogo yang ditunjuk sebagai konsultan perayaan Grebeg Suro 2008, sebagai acuan argumentasinya.
Dia menyebut, hasil survei waktu itu menyimpulkan bahwa pesta seni dan budaya yang saat itu digelar pada akhir Desember tahun lalu telah memacu perputaran uang di masyarakat hingg kisaran Rp11 miliar. "Ini membuktikan bahwa kegiatan grebeg suro ini meskipun mengeluarkan biaya banyak tapi memberi manfaat yang luar biasa besar kepada masyarakat," katanya beralasan.
Gunardi kemudian membandingkan dengan proyek/program pembangunan fisik seperti insfrastruktur jalan. Pada proyek-proyek semacam ini, kata Gunardi, biaya yang terserap bahkan jauh lebih besar tetapi dampak langsung ke PAD bahkan tidak ada sama sekali. "Tapi kan dampak pembangunan infrastruktur jalan semacam ini bisa dirasakan masyarakat secara langsung. Logika ini sama dengan kegiatan grebeg suro yang digelar pemkab selama ini," katanya membela diri.
Secara umum, pesta rakyat yang dikemas dalam acara perayaan Grebeg Suro 2009 dan Festival Reog Nasional XVI tahun ini tergolong sukses. Selain seluruh rangkaian acara yang diselenggarakan berjalan lancar dan nyaris tidak gangguan, animo masyarakat untuk menyaksikan ataupun mengikuti kegiatan tahunan dalam rangka memperingati tahun baru Jawa ini sangat besar.
Puluhan ribu penonton dari dalam maupun luar Ponorogo serta wisatawan asing terlihat memenuhi sepanjang jalan/lokasi yang menjadi tempat acara yang menjadi rangkaian kegiatan grebeg suro ini. Sayang, penataan acara yang dilakukan panitia terkesan masih semrawut.
Masalah ini pula yang kemudian sempat memantik kritik anggota Komisi X DPR RI Heri Ahmadi saat melakukan kegiatan reses di Kabupaten Ponorogo. Salah satu permasalahan yang dia sebut adalah terkait fasilitas "ponten umum" atau MCK darurat yang sangat terbatas di sekitar lokasi kegiatan.
Heri menilai, pemerintah dia anggap kurang maksimal dalam mengantisipasi permasalahan tersebut. "Selain itu, harusnya lokasi pasar malam dengan tempat festival reog tidak dijadikan satu sehingga terkesan semrawut," katanya. (Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita rembug bersama, agar kesenian reog lebih berkwalitas dan berkembang, tetapi jika ngobrol tanpa ada ACTION sama halnya BO'ONG, maka setelah kita ngbrol sambil NGOPI kita TATA gamelan dan langsung kita REOGAN.....