Bermula dari kegelisahan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Jember yang prihatin atas klaim budaya kita oleh bangsa lain membuahkan kegiatan seminar nasional bertajuk “Strategi Kebudayaan Menghadapi Rendahnya Apresiasi Budaya Bangsa & Klaim Oleh Negara Lain” di gedung Soetardjo (2/11).
Seminar yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sastra kali ini menghadirkan dua orang budayawan tenar, Ki Dalang Sujiwo Tedjo dan Sang Clurit Emas, D. Zawawi Imron. Tampil pula sebagai pembicara Bambang H. Suta Purwana dari Divisi Penelitian dan Pengembangan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Tampilnya dua budayawan tenar ini menarik animo peserta seminar yang menyesaki gedung Soetardjo kampus Tegalboto siang itu. Dengan gayanya yang khas, Zawawi Imron memaparkan makalahnya yang berjudul “Ahli Waris Budaya Dalam Otokritik” yang berisi otokritik kepada anak bangsa yang dinilainya kerap abai akan budaya adiluhung bangsa. Tak pernah ada pemikiran untuk mendokumentasikan seni dan peninggalan nenek moyang kita, bahkan terkesan membiarkan ratusan naskah tua yang menjadi koleksi museum di luar negeri. Tapi anehnya kita ribut jika ada orang lain yang mengklaim tari pendet, reog atau lagu rasa sayange sebagai budayanya.
Untuk itu penyair kelahiran pulau Madura ini mengajak semua yang hadir untuk menyadari diri kita agar menjadi insan budaya yang mencintai warisan nenek moyang. Kita harus selalu menanamkan spirit kebudayaan kepada anak cucu bahwa dibalik kesenian yang bermutu ada kemuliaan yang membuat bangsa ini jadi terhormat. Pendek kata menurut Zawawi Imron, harus ada rasa melu ndarbeni atau perasaan ikut memiliki terhadap budaya kita agar tak lagi diklaim sebagai milik bangsa lain. Tak lupa Zawawi Imron menutup pemaparannya dengan pembacaan puisi.
Sementara itu budayawan sekaligus dalang kelahiran Jember, Sujiwo Tejo justru menawarkan Pancasila sebagai solusi akan masalah rendahnya apresiasi masyarakat akan budaya kita. Menurutnya, Pancasila adalah cita-cita bersama bangsa dan cita-cita bersama yang mengikat kita sebagai bangsa Indonesia adalah sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Jadi seluruh warisan budaya yang selaras dan mendukung Pancasila yang harus kita lestarikan.
Pembicara lainnya, Bambang H. Suta Purwana membawakan makalah berjudul “Permasalahan dan Tantangan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Atas Kebudayaan Tradisional di Indonesia” yang menjelaskan langkah-langkah yang diambil pemerintah khususnya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam menyelesaikan permasalahan budaya yang kini ada. Sementara itu dalam sambutan pembukaannya, Pembantu Rektor III Universitas Jember Drs. Andang Subaharianto, MHum memuji ide pelaksanaan seminar sekaligus mengharapkan agar seminar kali ini menghasilkan solusi akan permasalahan yang menerpa budaya kita. (iim)
Seminar yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sastra kali ini menghadirkan dua orang budayawan tenar, Ki Dalang Sujiwo Tedjo dan Sang Clurit Emas, D. Zawawi Imron. Tampil pula sebagai pembicara Bambang H. Suta Purwana dari Divisi Penelitian dan Pengembangan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Tampilnya dua budayawan tenar ini menarik animo peserta seminar yang menyesaki gedung Soetardjo kampus Tegalboto siang itu. Dengan gayanya yang khas, Zawawi Imron memaparkan makalahnya yang berjudul “Ahli Waris Budaya Dalam Otokritik” yang berisi otokritik kepada anak bangsa yang dinilainya kerap abai akan budaya adiluhung bangsa. Tak pernah ada pemikiran untuk mendokumentasikan seni dan peninggalan nenek moyang kita, bahkan terkesan membiarkan ratusan naskah tua yang menjadi koleksi museum di luar negeri. Tapi anehnya kita ribut jika ada orang lain yang mengklaim tari pendet, reog atau lagu rasa sayange sebagai budayanya.
Untuk itu penyair kelahiran pulau Madura ini mengajak semua yang hadir untuk menyadari diri kita agar menjadi insan budaya yang mencintai warisan nenek moyang. Kita harus selalu menanamkan spirit kebudayaan kepada anak cucu bahwa dibalik kesenian yang bermutu ada kemuliaan yang membuat bangsa ini jadi terhormat. Pendek kata menurut Zawawi Imron, harus ada rasa melu ndarbeni atau perasaan ikut memiliki terhadap budaya kita agar tak lagi diklaim sebagai milik bangsa lain. Tak lupa Zawawi Imron menutup pemaparannya dengan pembacaan puisi.
Sementara itu budayawan sekaligus dalang kelahiran Jember, Sujiwo Tejo justru menawarkan Pancasila sebagai solusi akan masalah rendahnya apresiasi masyarakat akan budaya kita. Menurutnya, Pancasila adalah cita-cita bersama bangsa dan cita-cita bersama yang mengikat kita sebagai bangsa Indonesia adalah sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Jadi seluruh warisan budaya yang selaras dan mendukung Pancasila yang harus kita lestarikan.
Pembicara lainnya, Bambang H. Suta Purwana membawakan makalah berjudul “Permasalahan dan Tantangan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Atas Kebudayaan Tradisional di Indonesia” yang menjelaskan langkah-langkah yang diambil pemerintah khususnya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam menyelesaikan permasalahan budaya yang kini ada. Sementara itu dalam sambutan pembukaannya, Pembantu Rektor III Universitas Jember Drs. Andang Subaharianto, MHum memuji ide pelaksanaan seminar sekaligus mengharapkan agar seminar kali ini menghasilkan solusi akan permasalahan yang menerpa budaya kita. (iim)
www.unej.ac.id , 4 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita rembug bersama, agar kesenian reog lebih berkwalitas dan berkembang, tetapi jika ngobrol tanpa ada ACTION sama halnya BO'ONG, maka setelah kita ngbrol sambil NGOPI kita TATA gamelan dan langsung kita REOGAN.....