SURABAYA | SURYA-Ada reog ikut kebaktian di gereja? Itulah yang terjadi di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Surabaya di Jl Prof Dr Moestopo, Minggu (22/3) pagi. Reog Ponorogo turut memeriahkan perayaan Unduh-unduh (hari raya persembahan).
Kesenian khas Jatim itu bahkan menjadi bagian utama dalam kebaktian dengan mengisi sesi pembukaan, pertengahan, dan penutup.
Ritual diawali dengan arak-arakan reog pembawa persembahan. Di belakang reog, ada anak-anak, pemuda, dan orang dewasa yang berbaris. Masing-masing membawa persembahan, baik berupa hasil bumi maupun paket-paket bingkisan yang dikemas khusus.
Rombongan ini kemudian diterima pendeta dan majelis jemaat di depan gerbang gereja. Seorang warok, selaku pimpinan rombongan, menyampaikan maksud kedatangan dan menyerahkan persembahan yang menandai dimulainya kebaktian Unduh-unduh.
Saat kebaktian berlangsung, reog yang diwakili sejumlah warok beraksi sambil berdialog ringan. Sesekali mereka mencoba mencairkan suasana. “Kami ini cuma PWD, Persatuan Warok Dadakan,” ujarnya disambut senyum jemaat.
Hari raya Unduh-unduh berawal dari ritual syukuran para petani usai unduh-unduh (panen raya). Sampai sekarang, GKJW mempertahankan ritual ini sebagai media ungkapan syukur atas berkat Tuhan. Ini juga sekaligus untuk melestarikan budaya Jawa. Selain reog, kultur Suroboyoan juga terlihat dalam pakaian adat yang dikenakan pendeta, majelis, dan jemaat.
Lewat ritual kemarin, Pdt Sri Hadijanto mengingatkan kepada jemaat bahwa dalam memberikan persembahan kepada Tuhan, yang penting adalah motivasinya. Sedikit tetapi tulus adalah lebih baik ketimbang banyak namun pamrih. rey
Kesenian khas Jatim itu bahkan menjadi bagian utama dalam kebaktian dengan mengisi sesi pembukaan, pertengahan, dan penutup.
Ritual diawali dengan arak-arakan reog pembawa persembahan. Di belakang reog, ada anak-anak, pemuda, dan orang dewasa yang berbaris. Masing-masing membawa persembahan, baik berupa hasil bumi maupun paket-paket bingkisan yang dikemas khusus.
Rombongan ini kemudian diterima pendeta dan majelis jemaat di depan gerbang gereja. Seorang warok, selaku pimpinan rombongan, menyampaikan maksud kedatangan dan menyerahkan persembahan yang menandai dimulainya kebaktian Unduh-unduh.
Saat kebaktian berlangsung, reog yang diwakili sejumlah warok beraksi sambil berdialog ringan. Sesekali mereka mencoba mencairkan suasana. “Kami ini cuma PWD, Persatuan Warok Dadakan,” ujarnya disambut senyum jemaat.
Hari raya Unduh-unduh berawal dari ritual syukuran para petani usai unduh-unduh (panen raya). Sampai sekarang, GKJW mempertahankan ritual ini sebagai media ungkapan syukur atas berkat Tuhan. Ini juga sekaligus untuk melestarikan budaya Jawa. Selain reog, kultur Suroboyoan juga terlihat dalam pakaian adat yang dikenakan pendeta, majelis, dan jemaat.
Lewat ritual kemarin, Pdt Sri Hadijanto mengingatkan kepada jemaat bahwa dalam memberikan persembahan kepada Tuhan, yang penting adalah motivasinya. Sedikit tetapi tulus adalah lebih baik ketimbang banyak namun pamrih. rey
Sumber : Surya Online, 23 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita rembug bersama, agar kesenian reog lebih berkwalitas dan berkembang, tetapi jika ngobrol tanpa ada ACTION sama halnya BO'ONG, maka setelah kita ngbrol sambil NGOPI kita TATA gamelan dan langsung kita REOGAN.....