• Reog di Garebek Sudiroprajan

    Suara tambur, simbal, dan bendi yang ditabuh bersahutan dengan liukan suara seruling serta tabuhan kenong, kendang, dan gong, terdengar di kompleks Pasar Gede Solo, Minggu (7/2). Bersamaan dengan itu muncul dua barongsai berwarna biru dan kuning emas berhadapan dengan dua dadak merak.

    Barongsai dan liong yang lekat dengan budaya China bertemu dengan reog Ponorogo yang asli Indonesia. Barongsai dan liong ini saling unjuk kebolehan dan keunggulan ditingkahi liong yang meliuk-liuk di sekeliling arena 'pertarungan'. Pertemuan ini memunculkan keunikan tersendiri.

    Ribuan orang yang menyemut di depan Pasar Gede, Solo, pun terhibur dengan aksi Kelompok Liong dan Barongsai Tripusaka Solo dan Kelompok Reog Singa Roda Kosti Solo itu. Mereka bertepuk tangan dan berdecak kagum sambil menantikan rombongan kirab Garebek Sudiroprajan kembali.

    Wakil Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo yang membuka prosesi garebek mengatakan, Pemerintah Kota Solo mengapresiasi kegiatan ini karena ini menandakan kehidupan masyarakat Solo yang harmonis.

    Kirab dimulai dan berakhir di depan panggung kehormatan di depan pintu utama Pasar Gede yang arsitekturnya dikerjakan orang Belanda, Thomas Karsten. Rute kirab melewati Kampung Balong di Kelurahan Sudiroprajan yang dulu dikenal sebagai kawasan pecinan. Selain gunungan kue keranjang, diarak pula gunungan bakpao (yang habis diperebutkan pengunjung sebelum selesai kirab), kelompok kesenian topeng ireng, soreng, dan manusia rimba. Kelompok muda-mudi Sudiroprajan juga turut serta.

    Utin (49), pedagang Pasar Gede, rela berdesakan untuk menemani anaknya, Galih Santoso, menonton atraksi barongsai dan reog. Namun, ia gagal mendapatkan kue keranjang yang diperebutkan dari gunungan atau yang dibagikan panitia, yang ludes dalam sekejap.

    Ini tahun ketiga digelar Garebek Sudiroprajan. Kegiatan ini menggambarkan terjadinya akulturasi budaya China dan Jawa serta asimilasi pribumi dengan warga peranakan China. Sedangkan tradisi gunungan biasanya digelar Keraton Surakarta pada hari raya tertentu, seperti Garebek Mulud, Garebek Besar, dan Garebek Syawal. Selain untuk menyambut Tahun Baru Imlek, garebek ini juga untuk memeriahkan ulang tahun Pasar Gede.

    Replika pagoda

    Bagi warga Tionghoa yang leluhurnya berasal dari daratan Tiongkok (namun berhati 'pribumi' karena lahir di Indonesia), budaya pribumilah yang lebih dekat dengan kehidupan mereka. Bahkan warga Tionghoa yang lahir di Solo lebih dekat dengan budaya Jawa. Maka jadilah gunungan kue keranjang. Kue ini awalnya dibentuk seperti gunung, namun mulai tahun kedua hingga sekarang bentuk gunungan adalah replika pagoda.

    Seorang warga peranakan, Tanto Condromartono (65) alias Tan Tjay Ming, berharap acara ini terus dilestarikan agar generasi setelahnya bisa tetap berbaur dengan semua kelompok masyarakat.

    Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo Purnomo Subagyo mengatakan, sejak tahun lalu Garebek Sudiroprajan telah masuk kalender acara pariwisata Solo dan mendapat bantuan dana Pemkot Solo sebesar Rp 10 juta.

    Selain garebek, menurut Sumartono Hadinoto dari Perkumpulan Masyarakat Surakarta, panitia Imlek bersama juga menggelar acara bakti sosial, donor darah, dan peringatan Imlek bersama yang akan digelar di Balaikota Solo.

    Sumber : Kompas, 8 Februari 2010
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Mari kita rembug bersama, agar kesenian reog lebih berkwalitas dan berkembang, tetapi jika ngobrol tanpa ada ACTION sama halnya BO'ONG, maka setelah kita ngbrol sambil NGOPI kita TATA gamelan dan langsung kita REOGAN.....

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Cari Blog Ini



Free Widgets
Free Counter

Networked Blogs

Visitors

Picture of Reog dance

Facebook

Profil Facebook Bahrudin Khoiri

NeoCounter

Follow me

Max Dien - Find me on Bloggers.com

KELANA